Pembentukkan Stalaktit dan Stalagmit Dalam Gua

Daftar Isi

riUSagGwUtOBgEoXSBJSjwgUmXOaRqojUZawmEuUo Pembentukkan Stalaktit dan Stalagmit Dalam Gua

Ada sekitar 1000 gua di jawa dan di bali. Akan tetapi, beru sekitar 200 gua yang di petakan. Kebanyakan gua-gua itu terbentuk di daerah batu kapur dan banyak di antaranya berada di area 1000 km2 di pegunungan sewu, sebelah timur Yogyakarta. Area lainnya di 100 km sebelah barat Yogyakarta. Gua mempunyai ciri khas seperti kondisinya tertutup, tingkat cahaya yang rendah, suhu dan kelembapan, dan aliran udara yang relatif stabil.
Jenis gua mencakup gua dengan pintu sempit tapi lebar di dalam, dan gua dengan pitu lebar tapi sempit di dalam. Bisanya ada sungai kecil di dalamnya, baik yang masih aktif maupun yang sudah kering. Selain itu, ada juga gua buatan. Di zaman pendudukan jepang, banyak di buat gua dengan cara menggali terowongan di lereng bukit. Ada pula gua yang terbentuk akibat gerusan ombak di pesisir pantai, dan ada juga gua lahar. Gua lahar terbentuk ketika lelehan lahar gunung berapi yang mengandung berbagai komposisi kimia mendingin dengan laju yang berbeda.
Ada gua yang panjangnya mencapai 4 km, ada pula gua yang lorongnya mencapai 25 km. ada juga yang dalamnya mencapai 236 meter. Pada zaman dahulu dua di manfaatkan sebagai tempat sembahyang dan bertapa.
Di daerah batu kapur, gua terbentuk oleh air hujan yang mengandung gas karbon dioksida (CO2) yang di serap dari atmosfer.batu kapur tersusun dengan bahan utama kalsium karbonat (CaCO3). Kalsium karbonat larut oleh asam lemah. Kemudian membentuk saluran, saluran dalam jangka waktu yang lama. Reaksi kimia ini merupakan reaksi kesetimbangan.
CaCO3 (s) + H2O (l) + CO2 (aq) Ca2+ (aq) +2HCO3- (aq)
Karena merupakan reaksi kesetimbangan, reaksi tersebut dapat mengalami pergeseran sehingga membetuk stalagmit dan stalaktit. Stalagmit adalah batuan seperti es yang tumbuh dari dasar gua akibat tetesan, sedangkan stalaktit adalah batuan mirip es yang menggantung di atap gua.
Pembentukan pilar stalaktit dan stalagmite terjadi ketika air mengandung kalsium karbonat menguapa secara berulang-ulang. Dengan kata lain, jumlah CaCO3 berkurang. Menurut prinsip Le Chatelier, jika konsentrasi zat berkurang, reaksi akan bergeser ke arah zat yang berkurang tersebut. Jadi, reaksi akan bergeser ke kiri (pembentukan CaCO3). Hal itu dapat di amati dari jatuhnya larutan Ca2+ dan HCO3- yang berada di atap gua. Penguapan dalam gua terjadi dalam waktu yang sangat lambat. Penyebabnya, karena tidak ada radiasi matahari untuk menarik molekul air, kecilnya pergerakan udara bahkan hampir tidak ada, dan hampir semua udara yang jenuh dengan uap air. Pertambahan panjang stalaktit hanya 0.2 mm pertahun. Lambatnya laju pengendapan ini juga di pengaruhi oleh gerakan udara dan campuran di dalam batu kapur.
Dinding dan langit-langit gua mempunyai manfaat menjaga kondisi gua agar tetap stabil. Dinding dan langit-langit gua merupakan penyekat yang efektif. Oleh karena itu, dinding dan langit-langit gua berfungsi untuk menjaga variasi suhu dan kelembapan udara dalam gua. Maka, di dalam gua ada kantong-kantong udara, yaitu daerah udara yang tidak bergerak. Kantong-kantong tersebut tertahan oleh jaring laba-laba. Dengan adanya kantong-kantong udara ini, laba-laba juga dapat menenun jaring-jaringnya dengan sangat halus. Kelembapan udara yang tinggi juga membantu laba-laba cepat mendeteksi pemangsa.
Kondisi gua yang tertutup membuat suasana dalam gua menjadi gelap. Dalam gelap itu, penghuni gua banyak mengandalkan indra pendengaran. Kelelawar dan burung wallet memakai gema untuk menentukan lokasi di dalam gua. Hewan tersebut mengeluarkan suara, kemudian gema yang memantul di tafsir untuk mengetahui keadaan sekitar. Dengan gema ini, objek yang berdiameter  1 mm dapat di deteksi. Jika objek kecil itu berupa serangga yang tuli, dengan mudah kelelawar dapat memangsanya. Akan tetapi, jika tidak tuli, serangga kecil itu dapat mendeteksi kehadiran pemangsa dalam jarak 40 meter lewat indra pendengarannya di mulut, perut, dan dada.

Posting Komentar