Pengaruh Faktor Sosial Budaya terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja
Daftar Isi
Mungkin anda termasuk Golongan remaja ? posting ini sangat cocok di baca oleh kaum remaja.
Badan organisasi kesehatan Dunia (WHO) menyebut remaja adalah manusia berusia antara 10 – 19 tahun, sedangkan PBB menyebut anak muda (youth) untuk usia 15 sampai 24 tahun.
Saat ini, lebih kurang 1 miliar manusia (1 di antara 6 alias 1/6 manusia di bumi) adalah remaja dan 85% di antaranya hidup di negara berkembang, termasuk indonesia. Kelompok kaum muda termasuk remaja menghadapi berbagai resiko yang berkaitan dengan kesehatan reproduksinya. Misalnya kehamilan dini dan kehamilan yang tidak di inginkan, aborsi yang tidak aman, infeksi PMS (penyakit seks menular) atau HIV, dan kekerasan seksual.
Setiap tahun, kira-kira 15 juta remaja berusia 15 – 19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi dan hampir 100 juta terinfeksi HIV. Secara global, 40% dari semua kasus HIV terjadi pada kaum muda berusia 15 sampai 24 tahun. Perkiraan terakhir adalah setiap hari terdapat 7000 remaja terinfeksi HIV. Resiko kesehatan reproduksi remaja tersebut di pengaruhi oleh berbagai faktor yang berhubungan. Misalnya, tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan, keseteraan jender (berhubungan dengan jenis kelamin), kekerasan seksual, serta pengaruh media massa dan gaya hidup massa kini.
Faktor sosial budaya (norma budaya) yang berkaitan dengan perbedaan jender dan hubungan seksual ternyata dapat meningkatkan resiko kesehatan reproduksi remaja. Simaklah beberapa fakta di bawah :
1. Di beberapa negara, seperti india, praktik perkawinan yang di atur orang tua pada gadis di bawah usia 14 tahun masih sangat umum.
2. Hubungan seksual terjadi pada gadis 9 – 12 tahun karena banyak pria dewasa mencari gadis muda sebagai pasangan seksual untuk melindungi diri mereka sendiri terhadap penularan PMS terutama AIDS.
3. Di beberapa budaya, pria muda di harapkan untuk memperoleh hubungan seksual pertama kalinya dengan pekerja seks komersial (PSK).
4. Remaja, terutama putri sering kali di paksa untuk berhubungan seks. Di Uganda misalnya, 40% siswi sekolah dasar yang di pilih secara acak melaporkan telah di paksa untuk berhubungan seks.
5. Di subsahara afrika, pengalaman berhubungan seks pertama bagi beberapa remaja putri adalah “om senang” yang memberikan mereka pakaian, biaya sekolah, dan buku sebagai imbalannya atas jasa seks yang telah di berikan.
6. Di negara berkembang, di antara jutaan anak yang hidup dan bekerja di jalanan banyak yang terlibat dalam survival sex (seks demi bertahan hidup). Mereka menukar seks dengan makanan, uang, jaminan keamanan, ataupun bahkan obat-obat terlarang. contohnya, di Guatemala, di temukan 40% dari 143 anak jalanan yang diteliti melakukan hubungan seks pertama dengan orang tak di kenal, semua hubungan seks itu demi uang, semua pernah di aniaya secara seksual, dan 93% terinfeksi PMS.
7. Di thailand, di perkirakan 800 ribu PSK masih berusia di bawah 20 tahun (200 ribu di antaranya berusia di bawah 14 tahun). Beberapa di antara mereka “di jual” sebagai PSK oleh orang tuanya guna menghidupi anggota keluarga yang lain.
Dari data-data di atas dapatlah di simpulkan bahwa rata-rata remaja berhubungan seks karena demi uang, mereka melakukan seks karena kemiskinan. Maka benarlah hadits Nabi Muhammad Saw yang mengatakan “kefakiran itu dekat dengan kekafiran”. Oleh karena itu maka kita harus bisa sebisa mungkin agar tidak menjadi orang fakir maupun miskin, yang kuncinya hanyalah -----> kerja keras ^_^. Tapi bagaimana pun janganlah kita terlalu mencintai harta karena itu pun akan mencelakakan kita.
Posting Komentar